Pagi ini dari mulai jam 6 sya sudah stand by di lab jaringan. Suasana yang nyaman. Masih hening. Hanya terdengar pantulan suara tuts keyboard yang saya tekan, dan nada instrumentalia blues yang dimainkan MPC. Sungguh suasana yang nikmat sekali untuk meng-coding. Tapi baru 1 jam kenikmatan itu berjalan, dan baris code baru mencapai 200 line, teman2 admin mulai berdatangan dan mereka yang memang menginap mulai mengeluarkan uap alias menguap .
Semriwing suara mereka masuk ke telinga sy yang sy pasangi headset.
"Memang tidak akan ada habisnya."
Kata seorang kawan, yang duduk tepat di samping saya. sebut saja namanya Inem(gomen ne.)
"Yah memang begitulah."
timpal lawan bicaranya, sebut saja Paijo.
Saya mulai tertarik. Apa sich memang 'yang tidak ada habisnya itu'?
diam2 sy pelankan volume.
"Memang susah kalau bicara dengan orang keras kepala."
hmmmmmmm.....sejenak aktifitas meng-coding saya hentikan.
kemudian si Inem melanjutkan....
"Tidak akan pernah ada habisnya kalau bicara tentang kebenaran."
WAKS??
hmmmmm........
saya masih terdiam. program yang tengah sy buat pun tertelantarkan. layar console pun sy biarkan. comment debugging tak sy hiraukan.
"Yah memang begitulah. tak ada habisnya. palagi orangnya mau benar sendiri..."
balas paijo sembari mengetik di laptopnya. Sementara si Inem terus bicara. dan sy paham apa yang mereka bicarakan.
Dan cukup. Sy menyetop diri. bahasan yang tidak ada habisnya ketika membahas orang2 seperti mereka yang tidak tahu arti kebenaran. Obrolan pagi yang membuat sy teringat tulisan Akang Ridho Al-Hamdi dalam buku mungilnya Melawan Arus. Ketika masih duduk di bangku SMA, sungguh senang rasanya memndapat hadiah buku dng judul yang cukup menawan. Tapi isinya?
sungguh dapat melalaikan pemikiran umat. Dia bilang tak ada kebenaran tunggal, karena kaca mata yang dipakai bisa berbeda warna. apalagi kalau pakai kaca mata kuda, kang!
Pembahasan mengenai kebenaran pastilah berujung jika antar pihak sepakat akan parameter, definisi dan tolok ukur yang digunakan. Pendapat terkuat yang di anut nantinya. Jika memng lawan diskusi tdk sepakat, tinggalkan di tengah jalan saja.
Karena seorang penganut deisme pun pasti mengakui kebenaran. Sangat melekat di otak tulisan bang Divan yang berjudul 'Mutlaknya Relativitas'. Bagi para penganut deisme kebenaran adalah aturan yang paling memuaskan atau paling logis dan argumentative ketika di benturkan. Berarti relativitas kebenaran itu sebenarnya tidak ada. Kebenaran itu tidak relative. http://www.divansemesta.com/search/label/Mutlaknya%20Relativitas.
Jadi mana mungkin pembahasan kebenaran tidak ada habisnya? yah memang kecuali pakai kaca mata kuda.
Ma’rifat Kopi
5 minggu yang lalu