PART 1
Kemarin, rasanya lega banget. Kesampean juga hasrat diri ini untuk mejadi seperti anak badung, gelandangan yang kelayapan di jalan. Ga’ sendiri tentunya, tapi ditemenin ma sohib gw, yang selalu bareng klo kemana2. Ada gw pasti ada dy. Setia kawan dech pokoknya, gw makan dy ikut makan, gw minum dy ikut minum, gw nyemplung jurang dy ga’ ikutan. Setia kan? He3,,,,,sory pren!!!
Rasanya nikmat banget, duduk melantai di tengah derasnya hujan yang mengguyur kota kecil gw. Malu sech dilihatin ribuan orang yang berlalu lalang, sliwar-sliwer. Tapi buat apa gw malu, gw mah kaga’ nyuri kaya’ koruptor yang dah jadi pencuri tapi punya muka badak. Malah dalam pandangan gw sampah masyarakat bukanlah mereka para gelandangan dan para pengemis, tapi ya sang koruptor ini. Sampah yang yang dibersihkan.
Ngomong-ngomong soal koruptor, jadi kepikiran masalah negara. Terlalu hebohkah kita klo mikir masalah negara? Tegasly(adjective+ly adverb of manner= dengan tegas) gw bilang Cuma orang bodoh yang jawab iya. Cz what? Ya iyalah, gunanya kita yang muda2 ni dilahirkan adalah sebagai generasi penerus, penentu maju ga’ nya negara kita. Jadi, harus sejak dini kita paham problem yang dialami negara kita.
Gw mang anak IPA, tapi bukan berarti gw ga’ tahu permasalahan ekonomi negara kita. Meski gw bodo2 kaya’ gini, tapi tulisan ini patut loe (para pemuda pengganti tetua) pertimbangkan.
Hasil diskusi gw ma seorang calon ekonom ( NB; temen gw yang sekarang sedang menikamti duduk di kelas XII IPS) adalah perekonomian negara lagi ruwet, bro.
“Masalah kemiskinan tak kunjung selsai, penurunan harga BBM ga’ banyak pengaruhnya”, begitu katanya.
Tapi dasar pendidikan sekarang, ga’ memanusiakan manusia, murid2 Cuma dikasih tahu masalah yang ada tanpa diberikan solusi praktis, akibatnya temen gw Cuma bisa mengkritisi tanpa bisa memberi solusi. Jadinya ga’ heran klo banyak mahasiswa yang Cuma pinter demo and omdo (omong doank).
“ Masalah kita lebih rumit dari pada benang kusut”, katanya lagi.
Yah gw setuju ma kata2nya ini. Bayangin, harga kebutuhan pokok erus naik mengikuti kenaikan harga BBM dan elpiji. Gw jadi inget waktu hari raya kemarin, gw Cuma dapet 4 butir tomat yang ukurannya se bola golf tapi dengan harga 4rb rupiah. Wuzzz….
Biaya pendidikan pun terus naik. Ditempat gw sekolah, tiap tahun naik membentuk barisan yang sama dengan selisih . “Orang miskin dilarang sekolah”, itu ungkapan yang paling tepat buat keadaan sekarang. Buktinya, di Jabar 2,4 juta anak SD tidak bisa melanjutkan ke tingkat SLTP. Di bekasi 95943 murid sekolah negri terancam putus sekolah karena keluarganya tidak mampu membiayai. (Eko prasetyo, “ Orang Kaya di negri Miskin”, tempo 28-03-2005)
Ini baru sedikit bro,,,belum yang di Papua, Sulawesi, Sumatra selatan, dan daerha laen. Miris rasanya, mengingat dulu guru di Malaysia aja dari Indonesia. Tapi sekarang? Babunya yang dari indonesia.To be continued.......
Kemarin, rasanya lega banget. Kesampean juga hasrat diri ini untuk mejadi seperti anak badung, gelandangan yang kelayapan di jalan. Ga’ sendiri tentunya, tapi ditemenin ma sohib gw, yang selalu bareng klo kemana2. Ada gw pasti ada dy. Setia kawan dech pokoknya, gw makan dy ikut makan, gw minum dy ikut minum, gw nyemplung jurang dy ga’ ikutan. Setia kan? He3,,,,,sory pren!!!
Rasanya nikmat banget, duduk melantai di tengah derasnya hujan yang mengguyur kota kecil gw. Malu sech dilihatin ribuan orang yang berlalu lalang, sliwar-sliwer. Tapi buat apa gw malu, gw mah kaga’ nyuri kaya’ koruptor yang dah jadi pencuri tapi punya muka badak. Malah dalam pandangan gw sampah masyarakat bukanlah mereka para gelandangan dan para pengemis, tapi ya sang koruptor ini. Sampah yang yang dibersihkan.
Ngomong-ngomong soal koruptor, jadi kepikiran masalah negara. Terlalu hebohkah kita klo mikir masalah negara? Tegasly(adjective+ly adverb of manner= dengan tegas) gw bilang Cuma orang bodoh yang jawab iya. Cz what? Ya iyalah, gunanya kita yang muda2 ni dilahirkan adalah sebagai generasi penerus, penentu maju ga’ nya negara kita. Jadi, harus sejak dini kita paham problem yang dialami negara kita.
Gw mang anak IPA, tapi bukan berarti gw ga’ tahu permasalahan ekonomi negara kita. Meski gw bodo2 kaya’ gini, tapi tulisan ini patut loe (para pemuda pengganti tetua) pertimbangkan.
Hasil diskusi gw ma seorang calon ekonom ( NB; temen gw yang sekarang sedang menikamti duduk di kelas XII IPS) adalah perekonomian negara lagi ruwet, bro.
“Masalah kemiskinan tak kunjung selsai, penurunan harga BBM ga’ banyak pengaruhnya”, begitu katanya.
Tapi dasar pendidikan sekarang, ga’ memanusiakan manusia, murid2 Cuma dikasih tahu masalah yang ada tanpa diberikan solusi praktis, akibatnya temen gw Cuma bisa mengkritisi tanpa bisa memberi solusi. Jadinya ga’ heran klo banyak mahasiswa yang Cuma pinter demo and omdo (omong doank).
“ Masalah kita lebih rumit dari pada benang kusut”, katanya lagi.
Yah gw setuju ma kata2nya ini. Bayangin, harga kebutuhan pokok erus naik mengikuti kenaikan harga BBM dan elpiji. Gw jadi inget waktu hari raya kemarin, gw Cuma dapet 4 butir tomat yang ukurannya se bola golf tapi dengan harga 4rb rupiah. Wuzzz….
Biaya pendidikan pun terus naik. Ditempat gw sekolah, tiap tahun naik membentuk barisan yang sama dengan selisih . “Orang miskin dilarang sekolah”, itu ungkapan yang paling tepat buat keadaan sekarang. Buktinya, di Jabar 2,4 juta anak SD tidak bisa melanjutkan ke tingkat SLTP. Di bekasi 95943 murid sekolah negri terancam putus sekolah karena keluarganya tidak mampu membiayai. (Eko prasetyo, “ Orang Kaya di negri Miskin”, tempo 28-03-2005)
Ini baru sedikit bro,,,belum yang di Papua, Sulawesi, Sumatra selatan, dan daerha laen. Miris rasanya, mengingat dulu guru di Malaysia aja dari Indonesia. Tapi sekarang? Babunya yang dari indonesia.To be continued.......
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan bercuap-cuap----> but be responsible ya....