Pages

Selasa, 23 November 2010

AKU...

Aku adalah anak kecil itu. Yang duduk sila di pinggir jalan sambil menepuk genderang kecil yang terpaksa ku curi dari sebuah toko di pasar minggu.
Aku adalah anak kecil itu. Yang tiap hari kau lihat di perempatan lampu merah daerah sunter yang terpaksa mengamen demi sesuap nasi dan selembar Koran sebagai selimut.
Aku adalah anak kecil itu. Yang tiap hari melihatmu tersenyum lebar di surat kabar – surat kabar bergengsi di Ibu kota. Melihatmu tersenyum di kala bibirku bahkan bergerak pun tak sanggup. Melihatmu tersenyum di saat aku bahkan tak sanggup merintih karena lapar yang menyerang.
Aku adalah anak kecil itu. Yang diam-diam merengek kepadamu untuk kau beri sedikit nafas bahagiamu. Yang diam-diam sebenarnya menaruh harapan padamu agar suatu hari kau dapat mengangkat statusku.
Tapi, anak kecil itu sekarang sudah mulai jenuh melihat tingkahmu yang sok mewah, sok berkuasa, padahal kau ini tak lebih dari wakilku dan org2 sepertiku di sana. Tapi, kau malah berkhianat. Kau pikir kau ini siapa?


Aku lelaki yang baru saja terbaring dirumah sakit bersama istriku tercinta. Luka bakar ini membuat kami tak bisa bergerak. Padahal kami harus bekerja menafkahi ketiga buah hati kami.
Kami menerima keadaan kami, karena pasti Allah sangat sayang pada kami. Hingga Ia memberi cobaan bagi kami. Tapi kenyataan membuat kami bertanya-tanya. Kenapa masih saja orang2 berdatangan ke rumah sakit karena kasus yang sama dengan kami? Malah terkadang luka bakar mereka lebih serius, atau nyawa mereka tak terselamatkan.
Apakah ini cobaan? Atau buah dari kelalaianmu? Jika satu, dua atau tiga kasus itu normal adanya. Tapi ini? Coba kau hitung keabnormalan dari jumlah kasus yang terjadi selama satu bulan. Apakah ini sebuah konspirasi baru yang kau ciptakan? Ataukah buah dari keteledoran?


Aku baru saja berumur 5 bulan. Umur dimana seharusnya aku ditimang, disayang, dibelai oleh ibuku. Tapi apa yang ku dapat? Apa kau tahu?
Perutku buncit. Kulit ariku kusut. Mukaku lebam karena ibu memukulku. Tak tahan mendengar tangisanku, katanya. Sudah pusing dengan urusan cari makan, katanya. Akhirnya aku jadi pelampiasan.
Apa kau tahu? Aku hampir dibakar olehnya. Tak sanggup membelikan susu untukku, katanya. Jadi mending aku mati saja, pikirnya. Baru lahir tapi sudah menanggung hutang Negara, begitu teriaknya tiap hari padaku. Apa kau tahu???


Aku adalah pemuda itu. Pemuda yang melihat mobil dinasmu melintasi jalan dengan kawalan ketat. Pemuda yang muak melihat senyum palsumu yang kau beri pada rakyat.
Apakah bisa kau menjadi teladan kami? Haruskah kelak kami-generasi penerus bangsa- menjadi sepertimu? Seperti dirimu yang merangkul musuh negrimu. Sepertimu yang menangis hanya karena dugaan “ancaman” teroris yang ditujukan padamu. Sepertimu yang hanya bisa berkata manis dan membuai dengan wajah melasmu. Haruskah kami sepertimu?


Aku adalah orang tua yang sangat renta yang kau salami beberapa waktu yang lalu. Apakah kau masih mengingatku? Aku orang tua yang ada di pengungsian yang kau kunjungi saat itu. Kunjungan yang hanya menambah pertanyaan di otakku yang sudah sedikit tak berfungsi ini. Kenapa baru menjenguk rakyatmu? Kemana saja kau?
Kenapa tak kau beri kami alas tidur di barak pengungsian? Kenapa tak kau siapkan pakaian layak pakai bagi kami? Apakah kau tahu kalau aku, anak-anakku, dan cucuku kedinginan? Kenapa kau malah menjamu penjajah dengan bakso dan nasi goreng di tengah2 derita kami? Masih bisa kah kau makan dengan “yang muliamu ” itu, sementara rakyatmu hny makan dgn lauk mie yang bahkan tak baik untuk kesehatan? Masih bisakah kau tidur kelelahan setelah menjamu tamu amerikamu itu, sementara rakyatmu mengemis sebuah bantal?


Kenapa hanya tersenyum, PAK?? Begitu berarti kah pencitraanmu dibandingkan dengan nasib kami, rakyatmu?
Kenapa hanya menggelengkan kepala, PAK?? Begitu takutkah kau pada majikanmu hingga kau biarkan kami bergelimang kesengsaraan?
Kenapa hanya diam, PAK?? Tidak sanggupkah engkau menjadi pemimpin, hingga kami terbengkalai?
Kenapa PAK?? Tak punya jawaban?? Haruskah kami, rakyat yang kau anggap bodoh yang menjawab????