Pages

Jumat, 05 Juni 2009

Ur friends, Si pencari Tuhan


“Kami percaya akan 1 Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, Pencipta hal-hal yang kelihatan dan tak kelihatan. Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Sang sabda dari Allah, Terang dari terang, Hidup dari hidup. Putra Allah Yang Tunggal Yang Pertama lahir dari semua ciptaan, Dilahirkan dari Bapa, sebelum segala abad…”

Syahadat Kaesarea. Ku ucapkan kalimat panjang ini di hadapan dua pendeta sebagai saksi kembalinya aku pada agamaku, Kristen katolik, setelah sekitar 4 tahun aku hidup tak berTuhan. Dalam waktu 4 tahun, Yesus begitu pemurah. Ia bahkan tak menghukumku meski aku anggap Dia tak pernah ada.
”Yesus penuh kasih”
Itulah yang diucapkan Romo Martin setelah aku menceritakan semua kisah panjangku saat berada di dunia kampus yang membuatku jadi penyorak arena bebas Tuhan.
”Sudah fitrahnya, manusia itu berTuhan anakku.”
Fitrah? Ya, memang fitrahnya manusia mensakralkan sesuatu yang lebih kuat darinya.
Akupun pulang, setelah puas membuat pengakuan dosa pada Romo. Aku suci kembalikah? Semudah itu kah? Lalu bagaimana dengan Tuhan2 yang lain? Sepemurah Yesus kah? Yang rela disalib demi menebus dosa umatnya?

≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

”Argggggghhhhhhhhhhhhhhhh...............................”

Kuinjak pedal rem, hingga roda mobil berhenti berputar. Tuhan memberkatiku. Aku selamat dari kecelakaan ini. Tuhan memang penuh kasih, tapi......
”Hey keluar dari mobil!!!”
Kulihat dalam samar, manusia-manusia mengerumuniku. Menggedor-gedor pintu mobilku. Dan aku keluar. Dan dengan sekejap mereka sperti setan yang dikirim Yesus untuk menyerangku.
”Apa ini setan, yang Kau kirim? Untuk menghukum ku selama 4 th?”
”Bukan”

Dalam hati terus bergejolak. Tak terasa, seluruh tubuh terasa di pukul palu godam. Sakit. Babak belur. Bonyok. Benjo. Dan menangis,tapi tangisku ini bukan karena menahan sakit fisik yang teramat. Karena hal lain.
Aku tersungkur. Darahku mengucur. Dan saat itulah, saat q mencoba bangun, mendongakkan kepala, terlihat seorang lelaki dengan tubuh berlumuran darah, sperti tidur di atas jalan.
”Aku menabrak orang. Atau Tuhan yg menabraknya?”
Belum tegak aku berdiri, 2 org bertubuh kekar menarik tbuhq. Menaikkanku dalam sebuah mobil, dan membawaku entah kmn. Aku masih setengah sadar, saat tiba2 aku seperti didudukkan di kursi di sebuah ruangan di kantor polisi.
”Apakah...............................................?”
”Kenapa saudara................................?”
”Bagaimana bisa................................?”
”Berapa kecepatan..........................?”

Pertanyaan itu berlalu saja, tanpa ada satu katapun yng terucap dari mulutku sbg jawabannya. Aku masih shock. Tapi bukan krn kecelakaan yg br pertama kali q alami ini.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

Aku berdiri di sebuah ruangan yg semuanya serba putih. Memandang sesosok lelaki muda bertubuh kekar seperti polisi malam itu sedang terbaring tak berdaya.
”Bagaimana keadaanmu?”
”Baik”
”Untung kau seorang preman, yg tak begitu diperhatikan oleh para polisi itu.”
”Jadi, bersyukurkan kau karena tak ditahan setelah menabrakku?”
”Bersyukur? Pada siapa?”

Entah aku yang terlalu melebih2kan, atau salah memberi gambaran, tapi senyumnya begitu renyah. Meski sesama lelaki, aku terpesona.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

”Kuantar kau pulang hari ini.”
Aku memaksakan jasa pada laki2 yang kini tengah mengemasi barangnya. Tak terasa aku punya sahabat baru. Laki2 jarang bisa akrab satu sama lain, tapi tak seperti pasangan homoseksual, ini persahabatan, sisi lugu dari setiap lelaki. Ini mgkin sperti diberi sebuah anugrah. Diberi?Oleh Tuhankah?
”Tak takut mengantar preman pulang?"
”Preman juga punya perasaan.”
Rumahnya amat jauh ternyata. Tawangmangu, sekitar 1,5 jam dari Solo, domisiliku skrg.
”Pegunungan yang indah”
Gumamku dalam hati. Aku bukanlah tipe petualang seperti sahabt baruku ini, karena petualangan itu tlh kuwakilkan pada akalku. Kubebaskan ia berpetualang mencari tempat terakhir ia berlabuh dan menyandarkan segala doktrin kehidupan.
”Kita mampir masid dulu.”
Zein, namanya. Ia melongo, diam dan paham bahwa kini q tlah berkonversi.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

”Preman ternyata takut pada org tua juga ya?”
Aku menggodanya. Menggodanya yang seketika itu manggut2 ketika diutus oleh ibunya untuk mencangkul di kebun.
”Bukan takut. Tapi patuh. Taat begitu.”
Zein, tak punya rasa humor sedikitpun.
Siang semakin panas. Kami istirahat sejenak, bersandar di bawah pohon talok yang rindang.
”Dulu, aku sering memanjat pohon ini. Memetik buahnya, lalu kumakan”

Ia memulai pembicaraan. Terhenti sejenak, kemudian meneruskan lagi.
”Karena aku sgt menyukainya.”
Berhenti lagi. 1 detik, 2 deti, 3 detik...............67 detik. Dan tanpa ku minta ia lanjutkan lagi.
”Bukankah ini urusan perasaan?”
Aku mengangguk2. Kemudian, ia bertanya lagi.
”Lantas?Apa alasanmu pindah agama?”
Aku memandangnya. Nice prologue.
”Aku seorang Atheis. Dulu, 4 tahun lalu. Kemudian, q putuskan untuk memeluk agamaku lagi.”
”Kenapa?”

Tanyanya datar.
”Ibuku sakit. Aku kalut. Kemudian, aku mencoba mengumpulkan pecahan2 keyakinanku yang berserakan. Lalu, berdoa pada Yesus untuk menyembuhkannya.”
Jelasku.
”Lantas kenapa berkonversi lagi?”
Ku memandangnya sekilas. At glanced. Dan aku melanjutkan.
”Hari itu, sesaat sebelum menabrakmu, aku mengucapkan syahadat Kaesarea sebagai tanda kembalinya aku pada agamaku dihadapan 2 pendeta keluargaku.”
Aku berhenti sejenak. Mengambil nafas, melihat ke dpn dgn batas bidang imajiner. Mencoba merangkai kata dalam otak tuk ku utarakan sbg penjelasn.
”Lalu, q plg dari gereja, setelah sblumny berdoa pada Yesus agr memberiku keselamatan selama perjalanan. Tapi faktanya, aku menabrakmu. Aku berdoa, saat mobilku mendadak berhenti karena reflek q mengerem, agar tak ada yg terluka. tapi, huhhhhh......huf......kau terluka.”
Sedikit emosi q bercerita. Ku menengok ke arahnya, dan kulihat ia tersenyum sebentar. Kemudian berdiri menghadap hamparan ladang yg baru ia cangkuli. Hening tuk sejenak. Dan kembali mulutnya bergerak, pita suaranya bergetar.
”Besok, kau pulanglah.”
”Pulang? kau mengusirku?”
”Tidak. Hanya saja, di sini tdk ada jalan raya yang cukup ramai.”
”Apa maksudmu, Zein?”
”Solo. Ah banyak jalan raya yang amat ramai. Jalan di dpn RS Moewardi, Sekar Pace. Ya, kau yang lebih tahu.”

”Lalu?”
”Kau berdirilah di tengah jalan itu. atau tiba2 nyelonong ke tengh jalan. Kemudian, berdoalah pada Tuhanmu yg skrg agar kau diberi keselamatan. Minta Dia menyelamatkanmu saat akan ada truk yang menabrakmu.”

Akal dan perasaanku tak bisa menerima apa yang bru sj ia katakan. I’m insulted. Apakah dy memandang kata Tuhan dgn amat plural? Bukankah Tuhanku yg skrg juga Tuhannya? Lalu kenapa sepertinya dy menyuruhku untuk meragukan adanya Allah?
Ah, akhirnya aku pergi meninggalkannya dan kembali ke kota domisiliku skrg.
Tak habis pikir. Pencarian ini.....Ah apa bnr2 ku tlah menemukan t4 terkahir untuk pelabuhan akalku? mung..............
”Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh”
Sebuah truk besar melaju cepat dari arah berlawanan di tikungan. Seperti truk pencari tumbal. Aku banting stir ke kiri. Dan hasilnya? Aku masuk jurang. Mobilku tak berbentuk. Aku terjepit diantara kursi dan kemudi. Hawa dingin langsung menyeruak di dlm tbuhku. Penglihatanku mulai remang, tak jelas dan kemudian gelap gulita. Namun, aku mencoba berontak. Terus berusaha tuk keluar dar mobil. Apa hasilnya? nihil. Kakiku terjepit.
”Ya Allah, tolonglah hamba. bkankah kau Maha Penolong?”
Aku coba sekali lg dan gagal, 1 kali, 2 kali, 3 kali, 5 kali, aku coba dan ttp gagal. Aku diam, mengumpulkan tenaga.
”Bukankah Kau sendiri yang berjanji akan mengabulkan setiap doa hambaMu? Bukankah itu yang tertulis dalam wahyuMu?Tapi....”

Ternyata Tuhan yang aku sembah sekarang memang tidak ada. Apakah ini perkataan Zein? Kalau begitu.....
” Tuhan Yesus, Bapa di surga, tolonglah aku.”
1,2,3,4,,,10 kali, aku mencoba dan masih nihil. Gagal. Kakiku tak amu digerakkan sedikitpun, bahkan aku merasakan seperti tak punya kaki. Aku shocked. Shocked seperti kecelakaan lalu. Tapi bukan karena kecelakaan ini. Aku shocked karena 2 Tuhan tak bisa menolongku. Mungkin bnr jika aku hidup tak BerTuhan. Persetan dengan fitrah manusia yang punya naluri menuhankan.
”PERSETAAAAAAAAAAAAAAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Toh 2 Tuhanpun tak sanggup mengeluarkanku dari mobil ini. Toh aku pun tak bisa melihat keberadaan mereka di hadapanku sekarang.
”huh.....huh...huh.....”
Aku tak kuat lagi. Mataku benar2 gelap. Tubuhku, setiap selnya tak bisa aku perintah untuk bergerak. Aku.... aku......
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

”Bagaimana keadaannya, Dok?”
Mataku mengeriyip. Samar2 mendengar suara yang sungguh aku kenal. Tak asing lagi bagiku. Zein.
”Dia baik2 saja. tetapi, kemungkinan besar ia tak kan bisa berjalan lagi. Tulang kakinya patah, menembus dagingnya."
Mendengarnya membuat mataku terbuka lebar.Zein, dan lelaki yang dipanggilnya Dokter itu menyadari bahwa aku telah siuman dan mndengar perbincangan mereka. Tanpa diminta, Dokter itu meninggalkan kami berdua.
”Apakah kau benar2...................?”
”Tidak. Tidak sengaja.”
”Syukurlah, Aku kira.....”
”Ketidaksengajaan yang membuatku berpikir untuk menjadi atheis lagi”

Zein, menatapku tajam. Tak terima atas ucapanku.
”Aku berdoa agar bisa selmat dari kecelakaan maut itu. Aku berdoa agar bisa keluar dari mobilku yang ringsek. Tapi 2 Tuhan pun tak bisa menolongku.”
Kami berdua sama2 menghela nafas. Zein, memalingkan mukanya terhadapku.
”Itu karena Kau tak 100 persen percaya. Bahkan kau tak punya iman. Dan mungkin jg begitu terhadap Tuhan lamamu.”
”Lalu kau suruh aku bagaimana, Zein? Kembali lagi menyembah Tuhan yang sama sekali tak menampakkan wujudnya atau bahkan yg tak memberiku sdkit pertolongan saat itu?”
”Kau ingat saat ku bilang aku suka makan talok??”

Aku mengangguk.
”Kau ingat saat ku blg itu urusan perasaan?”
Aku mengangguk untuk kedua kalinya.
”Kau, selama ini, hanya mempertualangkan perasaanmu yang hanya mendatangkan prasangka dan kerelativan ketika menilik suatu kebenaran. Seperti rasa enak yang kurasakan ketika makan talok itu. relativ bg org lain. Itulah perasaan yang tak disertai akal.”
”Kebenaran? kebenaran yang mana Zein?”
”Yang ada sekarang. bahwa kau seorang pengecut yang tak berani keluar dari frame kotakmu itu, frame pemikiran ilmiahmu, hingga kau melangkahi otoritas Tuhan.”
”Otoritas apa?”

”Manusia adalah manusia.makhluk yg diciptakan. Dy tak bisa menyuruh Tuhannya. Seperti yang kau lakukan.”

”Lalu Tuhan yang mana yang kau minta untuk aku sembah?”
”Gunakan akal mu, yang bisa membedakanmu dari kucing jalanan.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

Pembicaraan kami berakhir, dengan keluarnya Zein dari ruang ICU saat itu. Zein, aku tak bisa menemukanmu hingga saat ini. Andai Kau tahu bahwa aku tlah menunggu di pintu lbh dr 6 thun? Maaf kawan, aku hanya bisa meninggalkan surat ini untukmu.

To : Zein

Assalaamu’alaikum Wr.Wb
Aku, kawan. Ehmmmmmmm................................
Aku tak mungkin tak berTuhan jika yang kulihat disekelilingku semuanya adalah bukti KuasaNya. Air mengalir, Ladang yang subur, dataran pegunungan, Matahari yang tak bernah terbenam di timur, Bintang yang selalu berkedip, Bulan yang terlihat berubah bentuknya meski pada kenytaannya tdk demikian, siang dan malam, dan Kau manusia yg diciptakannya tuk jadi sahabtku. Semua ini lebih dari cukup.
Aku takkan mungkin BerTuhan pada Tuhan yang baru lahir setelah 2000 tahun bumi diciptakan, aku tak mungkin berTuhan pada Tuhan yang bahkan dalam kitab suci agama itu Dia tak pernah menyebut dirinya Tuhan yang harus disembah, Aku tak mungkin berTuhan pada Tuhan khayalan manusia. Aku tak mungkin beragama pada agama yang kebenaran kitab sucinya dipertanyakan, aku tak kan mgkin beragama pada agama yang kitab sucinya ditulis berdasarkan inspirasi Tuhan. Aku tak mungkin percaya pada agama yang menuduh nabi-nabinya adalah para pezina.
Aku tak mungkin merubah dienku yng tlah kupegang sejak 6 tahun lalu, tahun yang sama kau menghilang.


Ur friends.

Si pencari Tuhan

































NB:

N_u ,,,,, this for you... I'm waiting for you back.....





perang ideologi tak kan pernah berakhir!!!

Kamis, 04 Juni 2009

KEBENARAN ITU MUTLAK




Copysoft chatting saya dengan kawan karib saya yang sedang merantau(Doc: 20-05-09)
Cat: N_u : Kawan saya
  Sy : Saya


N_u : “Hey Honey, gimana kabarnya?”
Sy    : “Tumben ol?”
N_u : “:-)”
Sy    : “:-?”
N_u : “Sibuk apa skrg?”
Sy    : “ Nganggur”
N_u : “Gak skul?”
Sy    : “Nunggu pengumuman, lulus ato ga’!
N_u : “Pasti lulus.”
N_u : “Ga’ mgkin kwanq ini Cm berdiam diri skrg. Ngejob pa?sbuk ngpain?
Sy    : “Gak ngejob. Lg mencari sesuatu.”

        Pada waktu itu, kira2 sekitar 5 menit kemudian dy baru menjawab.
N_u : “Mencari kebenaran?”
N_u : “Ga’ berubah!”

       Padahal waktu itu saya sednag sibuk mencari pena saya yang jatuh. 

Sy    : “Apx?”
N_u : “Kamu.”
N_u : “That’s relative, honey.”
Sy    : “Apa?”
N_u : “Truth”
 
      Jujur kawan, sebnrnya saya bingung, karena percakapan kami g nyambung. Tapi karena kangen lama tak mengobrol, ya saya ikuti saja alur yang dy buat.

Sy     : “Kok?”
N_u : “Bisa mendeskripsikan gajah?”
Sy    : “Besar”
N_u : “Benar”
Sy    : “Berbelalai panjang”
N_u : “Benar”
Sy    : “Punya 4 kaki yang besar”
N_u : “Benar”

 
 Cut..................
       Terlalu banyak ciri2 yang sy sampaikan saat itu.

N_u : “All are right.”
Sy    : “Lalu?”
N_u : “Ketika org buta kau suruh mendeskripsikan gajah dengan meraba tubuhnya, mereka                      akan bilang, gajah itu panjang(karena memegang belalainya)
N_u : “Gajah itu tubuhnya keras dan berujung lancip(karena memegang gadingnya)
N_u : “Gajah itu sebesar batang pisang(karena memegang salah satu kakinya)”


Cut.............  
        Terlalu banyak yang kawan karib saya sebutkan.

N_u : “Apa mereka salah?”

       Tiba2 mag saya kambuh. Sakit dan nyeri sekali. Sy pun mta ijin padanya untuk membeli obat mag dulu. Kira2 setelah 15 menit kemudian, sy kembali.

Sy    : BUZZ
N_u : “Udah diminum obatnya? Udah makan belum td? Udah baikan? Apa wkt q suruh dulu,                  kamu udah periksa ke dokter buat ngecek parah ato tdkkah mag mu                                                  itu?.........................Cut
Sy    : “1. Udah, 2. Blm, 3. Dikit, 4. Udah n ga’ parah, ...............5-11.”
N_u : “Gmn td?”

         Kemudian sy mengcopy message nya sbelum ini.

Sy    : “Ketika org buta kau suruh.........................”
Sy    : “Buta sejak lahir atau tdk kah?”
N_u : “Bisa keduanya.”
Sy    : “Kalau buta tidak sejak lahir, maka kmungkinan besarnya dia sudah pernah melihat                        gajah.”
Sy    : “Kalau buta sejak lahir, q sebagai org yang menyuruh lah yang bodoh.”
N_u : “Kalau buta sejak lahir.........”
N_u : “Kok?”
Sy    : “Namanya aja org ga’ tahu, mau cari tau masa’ qt sesatkan. Q akui, pendapat mereka ga’              ada yang salah, tapi masih perlu pembenaran. Ibaratnya, kalau soal dalil, kita tunjukkan               dalil yang lebih kuat.”
N_u : “Hmmm....mmmmmmmm”

         Tanpa ijin, sy meniggalkan chatting beberapa saat untuk pergi ke kamar mandi.

N_u : BUZZ
N_u : BUZZ
Sy    : “Mf2, habis menunaikan hajat.”
Sy    : “Tentu tdk salah apa yang mereka katakan. Tapi, bukankah kita bisa memberikan                          pengarahan pada mereka agar mendapat suatu info yang tak sepotong2 ttg gajah?
N_u : “:-)?”
Sy    : “Bukankah jika dibiarkan saja, jadinya ada keslahpahaman ttg gajah?”
Sy    : “Kalau sdh th begini dan qt membiarkan, bukankah berarti qt yg bodoh ato bhkn kita yg                 buta?”
N_u : “Kalau qt tak menyuruh org buta itu?”
Sy    : “Sama saja. Q tak pernah menyuruhmu untuk menerapkan teori relatifitas ini terhadap                kebenaran. Tapi ketika kau menerapkannya, dan trnyata trjdi keslhpahaman, q mencoba             meluruskannya.”
N_u : “Locked”
Sy    : “Dan hal ini tak bisa dijadikan sandaran untuk mengatakn bhwa kebenaran itu relatif                      hanya karena perbedaan persepsi org, pa lg persepsi org buta. Karena bukankah semua                yang mereka katakan merupakan suatu kebenaran yang tak keluar dr konteks kebenaran            ttg gajah itu sendiri?Lalu bagian mana yg relatif?”
N_u : “tapi, bukankah tidak ada klaim kebenaran tunggal yg dpt ditarik dr pendpt mereka?”
Sy    : “memang tidak,, karena apa yg mereka utarakan msh berupa sesuatu yg salah jika                          digunakan untuk mendeskripsikan kebenaran ttg gajah itu.”
Sy    : “Sy, sbgai org yg tidak buta, ketika bertanya pada org buta ttg definisi gajah, dan mereka               menjawab dgn salah satu definisi di atas, mka ketika definisi itu digunakan unt uk                           mendeskripsikan gajah seutuhnya, maka jelas sy salahkan.Bukankah memg harus                          begitu?”

        Tidak ada jawaban sampai sekitar 7 menit an. 
N_u : BUZZ
N_u : BUZZ
N_u : “ Ada 10 orang, sedang berdiri dipinggir sungai.”
N_u : “Memakai kacamata dengan warna yang berbeda2 dan ada yg tdk berkacamata..Ada                     ungu, kuning, hijau, hitam, dkk. “
N_u : “Maka akan berbeda jawaban mereka satu sama lain, antara yang tak berkacamata,                      berkacamata merah, hijau, biru dkk.”
N_u : “Ada yang bilang warnanya keungu-unguan, kekuning2an, kehjau-hijauan,                                        kebiru2an,dkk.”
N_u : “Lalu, dari jawaban mereka, mana yang salah? Tak ada kan?”
N_u : “Karena memang mereka menggunakan kacamata dengn warna yang berbeda2. Semua                yang mereka katakan itu benar dan tidak ada yang bisa menyalahkan salh satunya.”
N_u : “Benarkan?”
Sy    : “Sebentar,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,”
Sy    : “Ya ya ya, kawan. Saya benarkan bahwa akan berbeda jawaban antara org yang bermata              telanjang, berkacamata hijau, biru merah, dkk.”
Sy    : “Tapi, sy tdk akan membenarkan jawaban mereka yang berkacamata warna warni itu.”
N_u : “??”
Sy    : “Ibaratnya, org yang berkacamata adalah org yang dengan sengaja menutupi proses                       penginderaan secara alami. Jelas sy tdk bisa membenarkan.”
Sy    : “Karena dkatakan sbuah kebenaran jika ada kesesuaian antara fakta yang kita indera                      dengan proses penginderaan kita.”
Sy    : “Jika kita mengikuti pendapat mereka yang berkacamata, jelas itu bertentangan dengan                fakta warna air sungai itu sendiri. Apakah ini disebut sbg kebenaran?”
Sy    : “Jelas tidk.”
Sy    : “Dan mengapa kita harus menggunakan kacamata untuk melihat warna air sungai, jika                   dengan mata yang tanpa kacamata saja kita bisa melihat kebenaran warna air sungai                    tanpa bisa digugat oleh pendapat mereka yang berkacamata?”
Sy    : “lalu, kenapa tidk kita tanggalkan kacamata yang malah menyesatkan kita dengan                           mengubah warna air sungai itu slma proses penginderaan?”
Sy    : “Bagaimana?”


      Tak ada jawaban selama setengah jam....Entah ini yang dinamakn debat kusir atau apalah namanya, karena tiada pihak yang mengakui kuatnya hujjah pendapat dr kawan diskusi. Tapi sy kenal kawan sy ini, tak ada istilah debat kusir baginya. Apapun yg ia lakukan saat itu, sy yakin kami sama2 memikirkan diskusi kali ini.,,,akhirnya sy yang berinisiatif pamitan terlebih dahulu, bukan karena apa2, tapi saya tak punya cukup uang tuk byr warnet kalau lebih lama lagi.



NB:
Kbnaran itu nilainya mutlak, kawan. Tdk akan pernah q benrkan implementasi teori relativitas thdp kebenaran.
N_u,,,,sampai jumpa di suatu t4 di sbuah area yang pernah menjadi angan kta bersama untuk bertemu disana......
Aku menunggumu di jalan yang kini q lalui, kawan........................


perang ideologi tak kan pernah berakhir!!!